Posted by: Tabloid Nyata June 19, 2014
•mal/tgh
Pria berwajah sangat culun, berdiri kaku sambil menenteng biola di panggung Stand Up Comedy Indonesia (SUCI) 4. Ia lalu menyapa penonton yang hadir, ”Selamat malam penduduk! Perkenalkan, nama saya Dodit. Saya asli Jawa, namun memegang teguh budaya Eropa,” ujarnya. Mendengar itu, tawa penonton langsung meledak. Ya, menjadi pria Jawa culun bertaste tinggi ala Eropa memang menjadi imej yang dibentuk komika asal Blitar, Dodit Mulyanto (28) di kompetisi SUCI 4. Siapa dia?
Sayang, penampilan komika asal Blitar itu tidak bisa lagi disaksikan, karena di show 13, tim juri memutuskan Dodit Mulyanto harus close mic (tak bisa melanjutkan kompetisi). Hal itu tentu mengejutkan, karena dari 18 finalis yang ada, Dodit paling populer. Ia beberapa kali menjadi favorit polling SMS dari pemirsa. Bahkan, video guru musik SDK Santa Clara Surabaya itu di YouTube, sebagian besar sudah ditonton lebih dari dua juta kali.
Jumlah follower di akun pribadinya @Dodit_Mulyanto juga sudah mencapai ratusan ribu, paling banyak di antara finalis lainnya. Jargon Dodit saat open mic seperti ‘Kamu.. Iya Kamu..’ sangat populer di masyarakat. Tidak mengherankan bila close mic-nya Dodit membuat kecewa banyak orang, sehingga menjadi trending topic di Twitter, Facebook, dan media sosial lainnya.
Meski demikian, Dodit mengajak fansnya untuk menerima keputusan itu. ”Tenang guys, santai. Saya ada karena Anda dan Kompas TV. Terima kasih atas dukungannya selama ini. Percayalah, saya akan selalu ada untuk menghibur Anda,” ucap Dodit saat ditemui di Balai Kartini, Jakarta, beberapa waktu lalu. Ya, bisa menghibur banyak orang memang jadi salah satu alasan Dodit ketika memutuskan terjun menjadi komika. ”Ada dua tipe komika, yang bisa ikut mencerdaskan dan sekadar menghibur. Nah saya itu tipe yang kedua,”ujarnya.
Masuk Komunitas
Dodit mengungkapkan awal menjadi komika karena ajakan temannya yang lebih dahulu terjun ke bidang tersebut. ”Iya saya dulu nggak tahu apa itu stand up dan komika. Tapi kemudian ada teman yang mengajak. Katanya, kenapa saya nggak jadi komika, karena mereka bilang saya itu lucu,” kata Dodit menceritakan awal terjun sebagai komika. Anak bungsu dari lima bersaudara itu tak langsung menerima ajakan temannya.
Apalagi kesibukannya sebagai guru sangat menyita waktu. Selain itu, ia juga tak merasa lucu dan tidak bisa melucu. Bahkan, di lingkungan keluarga dan teman-temannya ia termasuk pendiam.” Saya nggak ada waktu mendalami stand up comedy, karena waktu saya habis untuk ngajar. Apalagi saya nggak pernah ngerasa lucu,” ujar lulusan Universitas Negeri Surakarta, jurusan Pendidikan Geografi itu.
Tetapi, karena semakin banyak yang menyarankan, Dodit akhirnya tertarik juga. Ia kemudian bergabung dalam komunitas Stand Up Comedy The Bedigasan di Surabaya sekitar satu setengah tahun lalu. Di sana, ia mulai belajar menjadi komika, seperti apa membuat materi yang lucu, bagaimana tampil di panggung dan lain sebagainya. ”Setelah bergabung di komunitas, saya banyak belajar menjadi komika,”tuturnya.
Diakui Dodit, menjadi komika tidak mudah. Tak sekadar bermodal wajah culun, tetapi secara materi juga harus menarik. Merasa sudah cukup bisa, Dodit kemudian mulai open mic pertamanya. Ia melakukannya di depan teman-teman komunitas tersebut. Ketika itu ia belum menggunakan biola seperti sekarang. Gayanya juga belum seculun dan ndeso seperti sekarang. Dodit baru menggunakan biola dan membangun imej ndeso ketika mengikuti audisi SUCI 4.
Tetap Jadi Guru
Namun, ia sudah menggunakan tema andalannya, yaitu orang Jawa yang memegang teguh budaya Eropa. Tema yang berasal dari kehidupan nyatanya sebagai orang Jawa. Sedang tentang budaya Eropa, hanya karangannya saja agar lucu. Tak diduga, open mic pertama di hadapan teman-teman komunitas saat itu langsung pecah. Keberhasilan itu membuat Dodit semakin serius mempelajari tentang Stand up Comedy. Hingga kemudian akhir ta hun 2013 lalu dibuka audisi SUCI 4.
Tidak diduga, Dodit langsung mendapat golden ticket dan berhak ke Jakarta untuk menjalani karantina bersama 18 finalis lainnya. Namun, bila komika lain senang lolos ke Jakarta, Dodit justru mengalami dilema. Itu karena sebelum terjun menjadi komika, pria yang mahir memainkan beberapa alat musik itu sudah menjadi guru. Nah, Dodit takut bila harus menjalani karantina di Jakarta selama 18 minggu akan membuatnya kehilangan pekerjaannya sebagai guru. ”Saya takut dikeluarkan dari sekolah, karena saya kan harus karantina di Jakarta,” ucapnya.
Tapi kegelisahan Dodit langsung hilang, setelah ia mengutarakan hal itu kepada atasannya di sekolah. Ia justru mendapat dukungan untuk ke Jakarta. Namun dengan catatan, ia harus tetap mengajar meski hanya setiap Senin dan Selasa. Meski mengaku awalnya berat, karena harus pulangbalik dan membagi konsentrasi di dua bidang, tapi demi mencapai cita-citanya menjadi komika Dodit rela menjalaninya.
”Kalau teman-teman finalis yang lain kan kebanyakan masih kuliah atau sedang skripsi. Nah, aku punya tanggung jawab kerja. Jadi, aku harus konsentrasi ngajar dan mikirin materi untuk tampil setiap minggu. Itu tentu tidak mudah,” ucapnya. Lantas, jika harus memilih menjadi guru atau komika, manakah yang akan Dodit pilih? ”Menjadi guru adalah cita-cita saya sejak kecil, sedang menjadi komika adalah passion saya saat ini. Jadi, susah kalau disuruh milih. Semoga saya bisa menjalani dua-duanya dengan baik,” harapnya. •mal/tgh
wah mantap ne mas dodit.. !!! oarang deso..!!!
ReplyDeleteactioncameradiary